SAHABAT
Oleh: Widya
Setianingsih
S ayap
kami saling menyangga
A rungi
berdua gemerlap letihnya dunia
H
adirkan setiap warna membungkam resah yang ada
A baikan
setiap mata munafik yang bersorak dalam duka
B iarkan
tangan kami saling tergenggam, menguatkan dalam balutan doa
A tau
mentertawakan takdir yang dengan seenaknya mengatur hilir mudik nestapa
T ak
usah dengarkan mereka, cukup bersamamu hatiku jauh dari gulana.
=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~
Senja Mengukir Cinta
Oleh: Maydearly
Deru angin dalam semilir
Mengukir ruang resah
Tentang senja paling gulita
Yang membawa rasa untuk dia.
Untuk rembulan dalam temaram
Ku titipkan singasana cinta
Berceloteh tentang rindu
Yang bersembunyi dalam diam.
Sunyi bertahta dalam gelap
Hampa riak suara, kelabu
Hanya menandu
rindu
Dari cinta yang
berselimut dingin.
Rasa cinta yang
tetap terjaga
Bak bersanding
dengan alam
Menjadi
singgasana keabadian
Membumi dengan
lubuk paling dalam.
Untuk dia, ku jaga rasa
Memeluk rindu seabad
Ku sampaikan
dalam maya
Agar terukir cerita paling menawan.
Ingin jatuh cinta pada Maydearly, harus
kenal dulu siapa Beliau.
Sang blogger milenial, memiliki nama
pena Maydearly, guru di SMPN 1 Lebakgedong, Banten. Lulusan S1 dan S2
jurusan Pendidikan bahasa Inggris. Seorang narasumber, penulis, kurator,
editor, dan motivator. Motto hidupnya adalah “Menulislah untuk hidup seribu
tahun”.
Aku menyerumu
dalam maya, merupa wajah dalam doa dan bismillah. Dengan cinta engkau mengubahku. Karena cinta
selalu bisa mengubah apa yang selama ini sulit dirubah.
Terimakasih selalu menjagaku dalam
doa, dibandingkan dengan cintamu bahkan semesta pun nampak kerdil di pelupuku.
I Love You to
the Moon and Back
By: Maydearly
Sahabat adalah kata sederhana yang
acap kali merapal makna dalam jiwa. Pada sahabat kerap kita terbangkan kepingan
kisah yang tersusun rapi. Sahabat adalah ia yang paling mengerti hati kita
dalam lara nan pekat, meski kerap kita tancapkan luka, sang sahabat akan
membalas dengan seribu pelukan.
Terkadang dalam hidup ada robekan
paling tidak sopan yang menenggelamkan kita dalam tangisan, namun seorang
sahabat membawa kita tertatih berjalan dan mengambil sisa tawa untuk masa
depan. Menguatkan lewat doa dan menggenggam dengan Bismillah.
Gerimis itu
masih kamu, pelan-pelan membasahi dengan sejuk yang tak ingin kusudahi.
Terimakasih
Bestie ku tersayang, aku mengenalmu dari deret huruf sebagai batas ucap yang
mempesona.
Lewat beranda virtual engkau
goreskan kata, menjadi sebuah warna. Meski ada sapa yang ku abaikan, namun
engkau perjuangkan hingga sang Tunas pun
muncul, bunga semerbak harum matang buah sedap nan ranum. Kau merawatnya,
menyirami tanpa mengeluh, memupuk dengan sabar hingga memanen sebuah benih
bernama persahabatan.
Sebuah materi “Diksi dan Seni Bahasa”
semoga menjadi cemilan yang menawan di pembuka malam nan elegan.
Berharap ada candu setelah temu,
sehingga kita bisa dipersatukan oleh pijakan bumi, dan saling bercabang di
ujung
Diksi dan Seni
Bahasa
Diksi – akar
katanya dari bahasa Latin: dictionem. Kemudian diserap ke dalam bahasa
Inggris menjadi diction. Kata kerja ini berarti: pilihan kata.
Maksudnya, pilihan kata untuk menuliskan sesuatu secara ekspresif. Sehingga
tulisan tersebut memiliki ruh dan karakter kuat, mampu menggetarkan atau
mempermainkan pembacanya.
Dalam sejarah
bahasa, Aristoteles – filsuf dan ilmuwan Yunani inilah yang memperkenalkan diksi
sebagai sarana menulis indah dan berbobot. Gagasannya itu ia sebut diksi puitis
yang ia tulis dalam “Poetics”– salah satu karyanya. Seseorang akan mampu
menulis indah, khususnya puisi, harus memiliki kekayaan yang melimpah: diksi
puitis. Gagasan Aristoteles dikembangkan fungsinya, bahwa diksi tidak hanya
diperlukan bagi penyair menulis puisi, tapi juga bagi para sastrawan yang
menulis prosa dengan berbagai genre-nya.
William
Shakespeare dikenal sebagai sastrawan yang sangat piawai dalam menyajikan diksi
melalui naskah drama. Ia
menjadi mahaguru bagi siapa saja yang berminat menuliskan romantisme dipadu
tragedi. Diksi Shakespeare relevan untuk menulis karya yang bersifat
realita maupun metafora. Gaya penyajiannya sangat komunikatif, tak lekang
digilas zaman.
Mengapa
Diksi begitu penting dalam kajian sebuah bahasa?
Sebab banyak
keindahan atas sebuah kata yang tak tereja oleh bibir.
Diksi bak pijar
bintang di angkasa yang menunjukan dirinya dengan kilauan, mempesona dan tak
membosankan.
Lantas, apakah begitu sulit kita
dalam berdiksi?
Terkadang banyak penulis yang merasa
takut dalam memulai sebuah tulisan, terkadang lidah kita merasa kelu untuk
menulis sesuatu yang menakjubkan. Ada keraguan yang dibungkam sebelum
diterjemahkan dalam bahasa.
Menulis itu sederhana. Sesederhana
mengadukan gula dalam gelas kopi. Menulis dari apa yang kita lihat, apa yang
kita rasakan dan apa yang kita dengarkan. Lantas jurus apa yang harus kita
pakai agar kita mampu menulis dengan segala keindahan? Gampaaaaaaang. Libatkan
5 macam panca indera kita.
1.
Sense of Touch, adalah menulis dengan
melibatkan indera peraba. Indra peraba dapat digunakan untuk memperinci dengan
apik tekstur permukaan benda, atau apapun. Penggunaan indra peraba ini sangat
cocok untuk menggambarkan detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yg kita
rasakan pada kulit. Aplikasi indra peraba ini juga sangat tepat digunakan untuk
menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau, cocok
juga diterapkan untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya, atau tidak
dengan menyentuhnya.
Contoh:
“Pada pori-pori
angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa permisi.”
2.
Sense of Smell, adalah menulis dengan
melibatkan indra penciuman. Hal ini akan membuat tulisan kita lebih beraroma.
Tehnik ini akan lebih dahsyat jika dipadukan dengan indra penglihatan.
Contoh:
“Di kepalaku,
wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu kugantungkan di langit
harapan.”
3.
Sense of Taste, adalah menulis dengan
melibatkan indra perasa. Merasakan setiap energi yang ada di sekitar kita.
Penggunaan indra perasa sangat ampuh untuk menggambarkan rasa suatu makanan,
atau sesuatu yg tercecap di lidah.
Contoh:
“Kukecup rasa
pekat secangkir kopi di tangan kananku, sembari ku genggam HP di tangan kiriku.
Telah terkubur dengan bijaksana, dirimu beserta centang biru, diriku bersama
centang satu.”
4.
Sense of Sight, adalah menulis dengan
melibatkan indra penglihatan. Memiliki prinsip “show, don’t tell". Selalu ingat, dalam menulis, cobalah
menunjukkan kepada pembaca (dan tidak sekadar menceritakan semata). Buatlah
pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat
mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya. Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah
DETAIL. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.
Contoh:
“Derit daun
pintu mencekik udara di tengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu hanya
sebagai lamunan.”
5.
Sense of hearing, adalah menulis dengan
melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita.
Belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? Dengarlah, lalu tuliskan. Mungkin,
inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk
menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang
ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara.
Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya
tak terdengar menjadi terdengar.
Contoh:
“Derum
kejahatan yang mendekat terasa begitu kencang. Udara hening, tetapi terasa
berat oleh jerit keputusasaan yang dikumandangkan bebatuan, sebuah keputusan
yang menghakimiku untuk tak lagi merinduimu.”
Acap kali dalam
menulis kita hanya melibatkan otak kita sebagai muara untuk berpikir tanpa kita
dengar, tanpa kita rasa, tanpa kita raba, jika terkadang sesuatu di pelupuk
mata bisa menjadi rongga untuk mencumbu tulisan kita.
Mengapa kita
selalu melihat kursi yang kita duduki dengan pandangan yang begitu sederhana?
Sesekali buatlah ia mempesona dan anggun.
Di atas kursi
ini, aku pernah memeluk ratapan bagaimana menungguimu dengan sebuah doa takdim.
Setiap apapun
yang kita lihat, sesekali kita rasakan, kita raba, bahkan kita ampu kan sebagai
sebuah senyawa yang mampu bersuara.
Yakin, masih terasa sulit menulis
diksi?
Sahabat dalam
suka, namun kadang merobek jiwa. Tetap saja sahabat yang menanti dekapan erat
saat tinta dunia menggores tak terperikan. Sahabat relung hati terhampar luas
saat aku membutuhkan pundaknya. Tetaplah bercahaya dalam kegelapan. Wajahmu
terkadang siap menerkam, tapi sayangmu menghujam tajam.
Tampak
wajah-wajah lugu tanpa dosa di lorong asrama dengan lampu redup redam membawa
kitab kuning di pergelangan tangan.
=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~
“Memanah
Bintang”
Karya
Rismalasari
Nun jauh di
angkasa
Kelipmu goda
hasrat diri
Tuk meraih
mimpi
Bergumul dalam
awan pengharapan
Bertaruh waktu
perjalanan
Nun jauh
gemintang malam
Cahaya mu semu
hadirkan ragu
Tuk capai
harapan
Berbagai
rancangan dibiaskan
Berbagi waktu
terlenakan
Hadirmu laksana
memanah bintang
Jika telah
lewat masa
Harapan pun kan
hilang
Berganti pagi
menjelang
=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~
Gelas kopiku
kini hanyalah sebentuk ruang hampa tanpa rasa semenjak kau tinggalkanaku
sendiri dalam kefanaan.
Ketika senja
memeluk malam dengan dekapan yang tak ingin terlepas. Ada naluri ingin berbagi
kasih yang tak mungkin tertunda lagi.
Rasa rindu
untuk menatapmu, agar tak lepas dari pandangku, setiap materi yang tertuai dilayar
aku tatap tanpa mengedipkan mata.
Jari-jemariku
menari lentik di atas hamparan huruf huruf yang berbaris, seakan - akan memberi
irama pada malam yang syahdu.
Seorang waita
berbaju merah menatap fokus layar laptop merahnya tanpa mempedulikan suara
bising dari iklan yang berteriak-teriak menjajakan dagangan. Rasa letih yang
datang di ujung telapak kakinya tak lagi terasa. Hanya keinginan segera menyelesaikan tugas
malam ini yang terpatri dalam pikiran. Sekelebat bau seduhan kopi hangat
terbayang dibenaknya. Ia pun berpaling sejenak untuk menyegarkan pikirannya
dengan seteguk pahit manis dari cangkirnya.
Rembulan malam ini enggan bersinar
terlihat
gelapnya kabut menutupi cahayanya
Tapi aku terpesona
oleh senyum indahmu di malam ini
yang terlihat
olehku bagai bulan purnama
Ketika jiwa
terasa sepi
Seakan
terbayang dirimu dihadapanku
Ingin rasanya kupeluk kesah dirimu
Tapi apa daya diriku kepadamu
Hanya bisa kuratapi diriku
membangknmu
Kutatap mendung
di mata yang senantiasa teduh itu. Seolah awan bergelayut dan hampir saja
meritik deras. Ku dekati di yang terlihat galau berkaca. Ya. Muridku yang
selalu ceria kini berubah menimbulkan sejuta tanya.
“Aku dan Kamu”
(Rosjida Ambawani)
Ku lihat lagi
senyum mataharimu
yang buatku
terpaku beku
Ku rasakan hembus nafasmu
mengalirkan darah biru rinduku
Ku dengar lembut suara indahmu
menyadarkanku kau bukan
siapa-siapaku ...
(Ciamis, 17.02.23)
Aku..
Berlayar dalam
lautan ilmu
Berlabuh di
samudera persahabatan
Berselancar di
dunia Maya yang punya banyak makan
Kini ku terpatri
oleh tulisan" bermakna oleh sang guru Diksi
Membawa angan
ku ke negeri langit yg berprestasi
Senja hari ini terlihat indah,
semburat jingga yang teduh, pelangi menyapa ringan selepas hujan diiringi lirih
gerimis yang masih terdengar.
Sunggu betapa indah lukisan-Nya
Inikah arti cinta untukku
Kini aku menaruh harap padamu
Meski itu hanya segenggam
Cukup bagiku meski segenggam
Yang kan membuatku tegak berdiri
Kini di usiaku
yang sudah menua
Tuk selalu bisa ada di sisi buah hatiku
Luka yang kau
tanam di hati
Meski jauh
sudah ku kubur
Namun tega kau
buka dan kau torehkan kembali
Hingga terasa laksana kau tabur
garam di atas luka
Kau toreh luka di atas lukaku
Ku harap segenggam itu cinta tulus
Cukup bagiku tuk ku berani manatap
wajahmu
Walau sungguh berat ku timbang rasa
ini
Antara cinta, kasih dan sayang atau
benci
Ku balut lagi sekuat jiwa
Ku yakinkan
lagi diriku tentang kebersamaan
Ku kuatkan raga
tuk mampu menatapmu
Meski taburan
luka seakan memenuhi lahir batinku
Tak guna kata
sesal
=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~
Did you know, a
true writes is someone that never feeling down. Seberapa sulit hal yang kita
hadapi she's never give up. Ia
sama sekali tak putus asa, selalu berusaha mencoba dan terus mencoba.
Seberapa sulit ia menata perasaannya,
she's always create a good idea. Ia selalu menumbuhkan ide2 baru.
Tidak sulit bukan? Karena
yang sulit adalah tidak ingin memulai🥰
Tuhan membawa
pesona Sang Astuti lewat celah barisan kehidupan. Astuti mengembara lewat kata, tawa, dan dilatasi
warna.
Diiringi bunyi
menukik yang mencumbui keheningan, ia menjejakkan kaki dalam prosa bertajuk
pelangi.
Astuti, di
aroma tanpa irama, kisahnya menggantung di langit mengepung jutaan bintang,
liar dan berbinar menelusup otak dan jemari.
Astuti mengendap lepas dari jenuh
eligi kehidupan, tentangmu patut direguk tanya.
Bagaimana
caranya kita untuk bisa membuat diksi yg indah dan bisa menyentuh kalbu?
Cara membuat diksi yang indah yaitu
mencoba menulis dengan melibatkan kelima panca indera.
Adakah kamus
atau buku yang berisi diksi?
Kamus untuk diksi
mungkin belum ada. Tapi ketika kita sering membaca tulisan dengan aroma diksi,
kita akan piawai berdiksi.
Bagaimana
menyingkirkan keraguan kalau tulisan diksi kita ini pantas untuk di baca?
Tulis saja,
abaikan semua keraguan, lihat, rasakan, lakukan, tulis seindah jemari mampu
mengubah isi hati.
Apakah Diksi dan Puisi ada pada
tatanan akal pikiran? Bukankah
struktur manusia terdiri dari jasad, akal fikiran, fuad, luf dan ruh? Bagaimana
cara agar bisa dengan mudah merenda kata sehingga siapapun yang membacanya
menggetar dan terpincut hatinya menjadi gundah gulana.
Diksi tak
melulu untuk puisi.
Bagaimana Diksi
itu bisa masuk dalam pelataran logika, karena logika adalah akal yang digerakkan
sebuah ruh. Tulisan adalah
hasil karya dari sebuah jasad yang diperintah oleh otak, kemudian ia menapaki
kalbu sebagai jejak untuk bersuara.
Suara itu tak melulu tentang ucapan,
pula sebuah tulisan dengan segala keindahannya.
Apa ada tips yang kiranya dapat
menambah diksi sebagai penulis pemula, dan apakah langkah awal untuk memulai
sebuah puisi?
Tips bagaimana cara mengembangkan
Diksi adalah dengan memperbanyak muara baca. Semakin banyak bahasa yang kita
sentuh, semakin kaya padanan kata/diksi yang bisa kita jumpai.
Jadi, siaplah dengan memulai dan
membaca.
Apa diksi
hanya untuk puisi? Apa ada syarat-syarat ketepatan diksi? Materi seni
bahasanya?
Diksi tak
melulu untuk puisi. Diksi dijabarkan sebagai kekayaan bahasa, memaknai kata
sebagai bentuk keindahan. Layaknya secangkir teh, ada hangat yang perlu
diresapi karena bahasa adalah jembatan di mana kita bisa mengerti dan saling
memahami.
Diksi adalah bagian dari Seni
Bahasa, karena seni Bahasa itu meliputi menulis, dan berbicara.
Bagaimana mengolah panca indera agar
tergali?
Panca indera itu melekat dalam jasad
kita, kita tak perlu perintahkan ia
untuk memandu hati kita membuat sebuah tulisan yang indah. Tugas kita adalah
menerima sinyal dari kelima panca indera tersebut yang kemudian kita bisa
jabarkan dalam sebuah tulisan. Ketika kelima indera itu kita libatkan, maka tak
ada tulisan yang biasa.
Pepatah mengatakan menulislah dengan
hati
Karena apa?
Karena hati mampu menerka indera
kita dengan baik.
Apakah diksi
selalu harus yang mengandung arti kiasan?
Diksi tak
melulu sebuah kiasan, karena ia adalah sebuah padanan kata. Dalam google kentara disebut dengan sinonim.
Bagaimana tulisan kita tergali
dengan baik?
Sesekali jangan
menulis kata yang kerap orang jumpai. Carilah padanan atau sinonim dari kata yang kita tunjuk.
Kiasan itu
termasuk peribahasa, bukan Diksi.
Apakah puisi
yang bagus itu yang sulit dipahami? Yang menjadikan kita mengernyitkan dahi
dalam memahami?
Puisi yang
bagus itu bukan yang sulit difahami, tetapi memiliki pola arti dan tujuan.
Setiap bait mengandung simpulan. Diksi hanyalah sebuah pemanis untuk mempercantik
sebuah puisi.
Jika kita
ingin mengungkapkan suatu rasa dan itu ternyata susah mencari diksi yang pas, manakah
yang lebih penting : ungkapan rasa yang lebih tepat terungkap atau mencari dulu
diksi yang serasi?
Yang lebih
penting adalah ungkapkan rasa yang lebih tepat. Karena rasa lahir dari hati ia
tak pernah munafik, setelah rasa itu diutarakan, entah bahagia atau emosi ia
akan lahir dalam diksi yang natural.
Apakah ada
contoh diksi indah dalam karya tulis ilmiah?
Jika yang kita
tulis adalah karya ilmiah, tentu bahasa yang kita gunakan adalah bahasa Ilmiah.
Bisa saja sebuah karya ilmiah itu memiliki Diksi yang indah apabila karya
ilmiah itu menyadur sebuah tema Sastra.
Bagaimanakah
seharusnya sikap seorang penulis diksi ketika keadaan hati dan pikirannya
sedang berkecamuk atau tidak baik-baik saja namun bisa tetap membuat
tulisan/diksi yang bermakna dan menyentuh hati?
Emosi adalah bahasa hati. Biarkan ia
mengalir luruh agar sampai pada puncak nan elegan.
Menulislah dengan hati yang jujur,
karena tulisan yang dicampuri oleh hati, maka ia akan sampai pada hati pembaca.
Apakah
pemilihan diksi harus disesuaikan dengan pembaca/pendengar?
Ketika kita
menulis, maka kita adalah seorang subjek yang memberi informasi. Apa yang akan
kita tulis itu yang akan dinikmati pembaca. Menulislah untuk didengarkan
pembaca, bukan menulis sesuai keinginan pembaca.
Bagaimana
teknik memilih diksi pada kata yang memiliki kemiripan arti?
Diksi adalah
padanan kata, ketika kita biasa menulis dengan bahasa sederhana, contoh
'mengucap' sesekali kita ganti dengan 'merapal'. Lebih aneh, lebih terkesan dan
lebih membuat penasaran pembaca bukan?
Ketika
sekelompok kata tiba-tiba muncul menjadi kalimat yang berhamburan keluar dari hati
lewat pikiran dan tertoreh di atas kertas menjadi sebuah catatan, apakah perlu
diksi khusus sebagai label atas serangkaian kata yang muncrat bak lumpur
Lapindo?
Ketika Diksi
datang berjuntai mengalungi pikiran kita, maka kita hanya perlu menyusun rapi
dengan apik. Agar tulisan kita menjadi epik nan menarik.
Kebersamaan
kita memang hanya di udara.
Tapi tak
menyurutkan terjalinnya suatu kisah.
Ruang dan waktu
kita memang beda
Bukan berarti rasa tak boleh sama.
Saat-saat
langkah terayun menjauh
Jarak kitapun
semakin membentang
Akankah
semuanya tinggal kenangan
Atau hanyut
terbawa gelombang
Bahkan sirna
terkubur oleh waktu.
Semoga pertemuan ini adalah awal
tegukan yang manis, mengawali cerita di layar kaca, menyusun kepingan
kata, dan diseduh dengan rasa bahagia
untuk terus belajar berprosa. Karena bahasa adalah jembatan antara hujan dan
kemarau yang ketika dibubuhi embun ia menjadi pelangi, indah nan elegan.
Waktu seakan
cemburu melihat keromantisan kita
Maka sebelum
waktu membunuh kedekatan kita. Biarkan kita mengalah untuk berpisah.
" Waktupun
mengurai tetesan hujan menjadi bulir-bulir kenangan. Ia menelusuk tanpa permisi menuju nurani."
✍️Menulis membuat kita bahagia...
✍️Menulis membuat kita berbeda...
✍️Menulis membuat kita terkenang.
✍️Menulis
adalah obat paling mujarab untuk kita saat terluka.
✍️Hanya dengan menulis membuat kita bisa menjadi
diri kita sendiri.
Jadi sejatinya kita menulis bukan
untuk dunia. Tapi..
KITA MENULIS UNTUK DIRI KITA
SENDIRI.
Puspitasari Megahana
Peserta KBMN angkatan 28
Pertemuan ke-18, Jum'at 17-2-2023
Moderator: Widya Arema
Narasumber: Maydearly
Blognya manis...
BalasHapusMantap !
BalasHapus